"Jaelangkung jalangse, disini ada pesta kecil, datang tidak dijemput, pulang tidak diantar”
Permainan jaelangkung sudah ada sejak jaman kuda gigit besi, biasanya dimainkan di kampung-kampung dan sering dimainkan baik anak-anak maupun orang dewasa. Permainan ini dilakukan dimalam hari, tujuannya ada yang hanya sekedar iseng, ada juga yang memang memerlukan informasi dari ghaib. Ada yang menggunakan batok kelapa, jangka dan lain sebagainya. Mereka percaya bahwa yang datang merasuk adalah roh dari orang yang mereka panggil atau inginkan. Hal inilah yang mengusik rasa penasaran Miztix untuk menguji kebenarannya.
Malam yang ditentukan tiba, Miztix beserta teman-teman yang memang sudah sering bermain jaelangkung mencari tempat di pegunungan yang memang sepi. Peralatan telah disiapkan, Miztix mengambil tempat duduk agak jau dari teman-teman yang akan melakukan ritual pemanggilan. Mereka terlihat duduk membentuk lingkaran. Samar-samar asap kemenyan bertambah tebal dengan disinari nyala api unggun.
“Jaelangkung jalangse, disini ada pesta kecil, datang tidak dijemput, pulang tidak diantar” mantra ini terdengar berulang-ulang dan tidak tahu sudah berapa lama. Hanya terlihat teman-temanku mulai Nampak serius di wajahnya, dan seolah-olah sedang menahan beban yang makin lama semakin berat. Boneka dari batok kelapa yang terikat dengan tali yang masing-masing ujungnya dipegangi oleh teman-temanku terlihat ditarik ulur sehingga boneka tersebut naik turun dan masih berkumandang mantra jaelangkung.
Pemandangan yang mungkin tidak bisa dipercaya dengan akal sehat, boneka yang terbuat dari batok kelapa yang tadinya berdiri karena talinya dipegangi oleh teman-temanku, tapi sekarang berdiri sendiri tanpa bantuan apapun hamper sama dengan keris yang bisa berdiri, hanya saja boneka jaelangsung tidak berdiri tegak sering miring kesana kemari.
Inilah saatnya Miztix beraksi, dengan hanya mengandalkan ilmu terawangan atau mata bathin, Miztix mulai membuka tabir dimensi gaib. Miztix sengaja duduk jauh dari lingkaran karena tidak ingin mengganggu proses ritual, juga agar lebih mudah untuk melihat semua kejadian dari jauh.
Miztix berharap yang masuk ke boneka jaelangkung adalah dari arwah orang yang sudah meninggal untuk membuktikan dugaan yang selama ini mereka yakini. Tapi sayang bukannya arwah, melainkan sosok tinggi besar yang dipenuhi dengan bulu yang mirip dengan seekor gorilla, dan inilah yang sering kita dengar dan disebut dengan genderuwo. Genderuwo tersebut tampak marah dengan kedatangan kami semua karena dianggap mengganngu wilayahnya.
Hal ini tidak disadari oleh teman-temanku, mereka justru asik bertanya pada jaelangkung yang dijawab dengan tulisan oleh boneka tersebut sampai mereka bosan dengan sendirinya. Hanya sayangnya mereka hanya bubar begitu saja, mungkin karena dalam mantera jaelangkung dinyatakan pulang tidak diantar, justru inilah yang akan membawa akibat yang kurag baik bagi orang yang suka bermain jaelangkung dengan sembarangan.
Setelah Miztix bernegosiasi dengan makhluk genderuwo tersebut, akhirnya boneka jaelangkung terjatuh dengan sendirinya, menandakan genderuwo telah pergi. Lalu Miztix pun iku pulang.
Keesokan harinya Miztix melihat wajah teman-teman yang ikut ritual pemanggilan jaelangkung terlihat agak suram, dengan menggunakan mata batin lebih jelas lagi terlihat hitam kotor seperti warna pada ban motor atau mobil. Mungkin terkotori oleh genderuwo atau bisa juga karena memainkan permainan yang menjurus musyrik. Kejadian ini mudah-mudahan dapat menambah wawasan, kesimpulannya terserah pada pembaca. Wassalam. (Miztix)